Bulan Agustus dinamai menurut namanya
Dengan era perdamaian dan kemakmuran yang diraih kaisar Augustus, Senat kemudian memberikan suara pada 8 SM untuk mengganti nama bulan Sextilis dengan Augustus. Bulan itu sendiri merupakan bulan ketika Augustus pertama kali menjadi konsul dan memenangkan pertempuran terakhirnya atas Antony dan Cleopatra.
Sebelum Augustus, Senat juga telah merubah bulan Quintilis menjadi bulan Juli untuk menghormati Julius Caesar.
Gagal memperluas kekaisaran Romawi
Setelah mengalahkan saingannya, Augustus mulai mengkonsolidasikan kekuatannya, meningkatkan infrastruktur Roma dan mempercantik kota. Dia juga ingin memperluas perbatasan kekaisarannya, membawa Mesir, Spanyol utara, Pegunungan Alpen, dan sebagian besar Balkan di bawah kendali Romawi.
Sayang kemunduran terjadi di Jerman ketika tiga legiunnya disapu habis dalam sebuah penyergapan pada 9 M, memaksa orang-orang Romawi untuk mundur di sebelah barat Sungai Rhine. Setelah mendengar berita tentang kekalahan itu, Augustus berulang kali membenturkan kepalanya ke dinding dan berteriak kepada jenderal untuk bertanggung jawab.
Sebagai bagian dari upaya ekspansi ini, Augustus menghabiskan bertahun-tahun di Spanyol, Galia, Yunani, dan Asia. Namun dia sendiri bukan pejuang, sering sakit pada malam pertempuran dan sangat bergantung pada strategi pada teman masa kecilnya Marcus Vipsanius Agrippa.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Baca Juga: 7 Misteri Perang Dunia II yang Belum Terjawab Sampai Saat Ini
Krisis Abad Ketiga dan Tetrarki
Setelah runtuhnya Dinasti Severa, Romawi mengalami masa krisis internal yang disebut Krisis Abad Ketiga (235–284 M), di mana terjadi pergantian kaisar yang cepat, invasi barbar, dan ketidakstabilan ekonomi. Untuk mengatasi krisis ini, Kaisar Diokletianus memperkenalkan sistem Tetrarki, di mana kekuasaan dibagi antara dua kaisar senior (augustus) dan dua kaisar junior (caesar). Sistem ini untuk sementara berhasil memulihkan stabilitas, tetapi tidak lama setelah pengunduran diri Diokletianus, kekuasaan kembali terpusat di tangan Konstantinus Agung.
Kaisar Romawi adalah gelar yang digunakan oleh penguasa Kekaisaran Romawi dari masa berdirinya oleh Augustus pada 27 SM hingga jatuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M, dan dilanjutkan dalam Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) hingga Konstantinopel jatuh pada tahun 1453 M. Gelar ini pertama kali diperkenalkan oleh Gaius Julius Caesar, tetapi penggunaannya sebagai gelar kekaisaran dimulai oleh penerusnya, Augustus, yang dianggap sebagai kaisar pertama. Kaisar Romawi memiliki kekuasaan tertinggi dalam politik, militer, dan keagamaan Romawi.
Julius Caesar, yang berasal dari keluarga patricius, memainkan peran penting dalam peralihan Republik Romawi menjadi Kekaisaran Romawi. Pada tahun 44 SM, Caesar diangkat sebagai diktator seumur hidup, sebuah gelar yang memperkuat kekuasaannya. Namun, pembunuhan Caesar pada tahun 44 SM memicu perang saudara di Romawi yang berlangsung hingga 27 SM, ketika kemenangannya disahkan oleh Senat, menjadikannya sebagai "Princeps Senatus" atau "pemimpin pertama senat." Augustus tidak menyebut dirinya sebagai "kaisar" secara langsung, tetapi kekuasaannya diakui sebagai kekuatan de facto.
Octavianus, yang kemudian dikenal sebagai Augustus, adalah penerus Julius Caesar dan dianggap sebagai kaisar pertama Romawi. Augustus mendirikan fondasi Kekaisaran Romawi dengan mengonsolidasikan kekuasaan di tangannya, termasuk komando militer tertinggi dan hak untuk menunjuk pejabat tinggi. Pada masa pemerintahannya (27 SM–14 M), Augustus memperkenalkan reformasi dalam pemerintahan, militer, dan sistem perpajakan yang meningkatkan stabilitas dan kemakmuran Romawi, serta memulai masa yang dikenal sebagai "Pax Romana" atau "Perdamaian Romawi."
Struktur Kekuasaan Kaisar
Kaisar Romawi memiliki kekuasaan mutlak dalam berbagai aspek pemerintahan. Gelar resmi yang digunakan oleh seorang kaisar bervariasi sepanjang sejarah Romawi, dan sering mencerminkan kompleksitas kekuasaan yang dimilikinya:
Kaisar juga mengendalikan Senat, meskipun secara teknis merupakan badan legislatif tertinggi, kekuasaan senat secara bertahap berkurang di bawah kaisar.
Konstantinus Agung dan Kekristenan
Konstantinus Agung (306–337 M) adalah kaisar yang paling dikenal karena mengadopsi Kekristenan sebagai agama resmi Kekaisaran Romawi. Pada masa pemerintahannya, Konstantinus menyatukan kembali kekaisaran yang sebelumnya terpecah dan mendirikan ibu kota baru di Bizantium, yang kemudian dikenal sebagai Konstantinopel. Keputusan Konstantinus untuk mendukung Kekristenan mengubah wajah kekaisaran dan agama dunia barat selamanya.
Kekaisaran Romawi Barat dan Timur
Pada abad ke-4, Kekaisaran Romawi secara efektif dibagi menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat yang berpusat di Roma dan Kekaisaran Romawi Timur (kemudian dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium) yang berpusat di Konstantinopel. Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 M setelah serangkaian serangan dari suku-suku barbar seperti Visigoth dan Vandal. Namun, Kekaisaran Romawi Timur terus bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.
Calon penerusnya selalu meninggal dengan misterius
Tanpa memiliki seorang putra, Augustus menghabiskan banyak waktu dan energi untuk mencoba mempersiapkan seorang penerusnya. Dia memusatkan perhatian awalnya pada keponakannya Marcellus, yang dinikahkan dengan Julia pada 25 SM. Tetapi Marcellus jatuh sakit dan meninggal beberapa tahun kemudian sekitar usia 21 tahun.
Selanjutnya, Augustus menyiapkan Agrippa, teman dan jendralnya, yang, meskipun 25 tahun lebih tua dari Julia, mereka kemudian memiliki tiga putra dan dua putri. Augustus mengadopsi dan membantu membesarkan dua anak lelaki yang lebih tua, Gayus dan Lucius.
Tetapi, lagi-lagi kematian menghampiri mereka. Yang pertama meninggal pada usia 23 setelah terluka di Armenia dan yang kedua meninggal pada usia 19 setelah tertular penyakit yang tidak diketahui di Gaul. Sedangkan putra ketiga Julia dan Agrippa, konon, penuh amarah dan akhirnya dikirim ke pengasingan.
Setelah kematian Agrippa, Augustus memaksa anak tirinya Tiberius untuk menceraikan istri tercintanya dan menikahi Julia, tetapi mereka hanya memiliki satu anak yang meninggal saat masih bayi.
Itulah fakta-fakta kehidupan sang kaisar pertama Romawi, Octavianus Caesar Augustus.
Baca Juga: 8 Fakta Sergey Kirov, Tokoh Besar Uni Soviet yang Dibunuh
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berikut ini adalah daftar kaisar Romawi dari Caesar (59 SM) hingga kaisar tunggal terakhir, Theodosius I (392 – 395), sebelum kekaisaran Romawi pecah menjadi kekaisaran Romawi Barat dan kekaisaran Romawi Timur:
Catatan: Tahun yang tertulis adalah tahun jabatan (bukan tahun kelahiran – kematian)
uCatatan: Krisis abad ke-3 biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan kacau di Kekaisaran Romawi antara tahun 235 dan 284, yang hampir menyebabkan kehancuran Kekaisaran Romawi. Pada periode ini, Kekaisaran dipimpin oleh kira-kira 25 Kaisar. Periode ini dianggap berakhir setelah Diocletian berkuasa.
Catatan: Konstantinus II dan Konstans kemudian tewas, meninggalkan Konstantius II sebagai penguasa tunggal.
Kaisar Romawi Suci (bahasa Jerman: Römisch-deutscher Kaiser, bahasa Latin: Romanorum Imperator) adalah penguasa dari Kekaisaran Romawi Suci. Dari otokrasi pada masa Karolingia gelar ini berevolusi menjadi sebuah Monarki pemilihan. Di mana yang berhak memilih adalah para Pangeran-elektor. Ada juga sebuah Reformasi di mana dalam pemilihan kaisar (imperator electus) dibutukan juga izin dari Paus sebelum bisa bertakhta dengan gelar tersebut.
Mereka yang menyandang gelar ini memiliki hubungan dengan takhta Kerajaan Jerman dan Kerajaan Italia (Kekaisaran Italia Utara).[1][2][3] Berdasarkan Teori, Kaisar Romawi Suci adalah primus inter pares (yang pertama di antara yang sejajar) di antara monarki-monarki Katolik Roma; dalam praktiknya, seorang Kaisar Romawi Suci hanya berpengaruh pada pasukan yang ia punya dan para aliansinya.
Beberapa wangsa yang ada di Eropa, dalam waktu berbeda secara turun temurun menjadi pemegang gelar ini, terutama pada masa Habsburg. Setelah Reformasi Protestan, beberapa negara pembentuk kekaisaran ini berubah haluan menjadi Protestan, walaupun Kekaisaran Romawi Suci tetap berhaluan Katolik. Gelar ini dihapus oleh Franz II yang merupakan kaisar terakhir. Gelar ini dihapus karena dampak dari Perang Napoleon.
Informasi lebih lanjut:
Gelar ini ada dari masa kekuasaan Konstantinus I, pada abad ke-4 Masehi sebagai Kaisar Romawi, yang dikenal sebagai pendukung dan pelindung Kristen. Gelar Kaisar ini menjadi tidak berlaku di Eropa Barat setelah Romulus Augustulus turun takhta pada tahun 476. Di timur, gelar dan hubungan antara Kaisar dan Gereja berlanjut hingga tahun 1453, saat kekaisaran jatuh ke tangan Kesultanan Ottoman. Sedangkan di barat, gelar Kaisar (bahasa Latin: Imperator) di huidupkan kembali pada tahun 800, bersamaan dengan adanya bentuk kerjasama antara kekaisaran dan kepausan. Seiring dengan pertumbuhan kekuasaan Paus selama Abad Pertengahan, pihak paus dan kekaisaran mengalami konflik yang disebabkan tumpang tindih administrasi dan kebijakan gereja. Yang terkenal salah satunya adalah, Kontroversi Penobatan, yang terjadi antara Henry IV dan Paus Gregorius VII.
Setelah Charlemagne dimahkotai sebagai Kaisar Romawi (bahasa Latin: Imperator Romanorum) oleh Paus, keturunan dan penerusnya mempertahankan gelar ini hingga kematian Berengar I dari Italia pada tahun 924. Tidak ada Paus lagi yang menunjuk Kaisar hingga penobatan Otto yang Agung pada 962. Di bawah Otto dan para penerusnya, banyak dari bagian Kekaisaran Karolingia, yaitu Kerajaan Francia Timur jatuh ke tangan Kekaisaran Romawi Suci. Beberapa pangeran Jermanik memilih salah satu rekan mereka (sesama pangeran) menjadi Raja Jerman, setelah itu ia akan di mahkotai sebagai Kaisar oleh Paus. Setelah penobatan Karl V, semua kaisar secara resmi adalah pilihan kekaisaran karena penobatan oleh Paus dirasa kurang resmi.
Istilah sacrum (atau "suci") yang berkaitan dengan Kekaisaran Romawi pada abad pertengahan pertama kali digunakan pada tahun 1157 di bawah Frederick I Barbarossa.[4] Karl V adalah Kaisar Romawi Suci terkahir yang dimahkotai oleh Paus (1530). Dan Kaisar Romawi Suci terpilih terakhir, Francis II, turun takhta pada 1806 saat Perang Napoleon.
Acuan penobatan yang digunakan dalam gelar ini adalah Kaisar Romawi Augustus (Romanorum Imperator Augustus). Saat Charlemagne dimahkotai pada tahun 800, ia memiliki gaya gelar "Augustus yang paling menentramkan, dimahkotai Tuhan, Kaisar yang hebat dan meneduhkan, memerintah Kekaisaran Romawi" sehingga muncul unsur-unsur "Suci" dan "Romawi" di gelar kekaisaran. Kata Suci ini meskipun dikenal luas, tidak pernah digunakan dalam dokumen resmi.[5]
Kata Romawi sendiri adalah refleksi dari prinsip translatio imperii (transfer kekuasaan) yang menganggap Kaisar Romawi Suci dari kalangan Jermanik adalah pewaris gelar Kaisar dari Kekaisaran Romawi Barat, meskipun sebenarnya keberlanjutan itu ada di Kekaisaran Timur.
Daftar ini mencakup semua Kaisar Kekaisaran Romawi Suci, baik apakah mereka menggunakan gelar Kaisar Romawi Suci atau tidak. Banyak beberapa pengecualian terkait daftar ini. Contohnya, Heinrich sang Pemburu Burung adalah Raja Jerman namun bukan seorang Kaisar. Kaisar Heinrich II masuk ke daftar karena ia menjadi suksesor Raja Jerman. Dinasti Guideschi masuk ke daftar sebagai pemegang kekuasaan Kadipaten Spoleto.[butuh rujukan]
Historiografi tradisional mengklaim keberlanjutan antara Kekaisaran Karolingia dan Kekaisaran Romawi Suci. Hal ini ditolak oleh beberapa sejarawan modern, yang menyatakan bahwa pendirian Kekaisaran Romawi Suci adalah pada tahun 962.[butuh rujukan] Para Kaisar sebelum tahun 962 adalah:
Tidak ada kaisar pada priode 924 hingga 962.
Augustus bukanlah nama lahirnya
Augustus awalnya terlahir dengan nama Gayus Octavius, tetapi ia mengubah namanya menjadi Gayus Julius Caesar Octavianus, alias Octavianus, setelah diadopsi oleh paman buyutnya.
Tujuh belas tahun kemudian, Senat menghadiahinya dengan nama Augustus, yang berarti "Yang Terhormat." dan divi filius (putra dewa) Augustus tidak pernah menyebut dirinya monarkis atau diktator, dan ia hidup dalam lingkungan yang relatif sederhana. Namun karena ia mengumpulkan kekuatan tertinggi Romawi, para sejarawan kemudian menyebutnya sebagai kaisar pertama Roma.
Dia pernah mengasingkan putrinya sendiri
Sebagai pendukung nilai-nilai tradisional, Augustus membangun dan memperbarui banyak kuil selama masa pemerintahannya, mendorong perkawinan dan persalinan. Namun pada 2 SM ia harus menerima kenyataan jika putri satu-satunya, Julia, telah berhubungan di luar nikah dengan banyak pria berpengaruh, termasuk putra Mark Antony. Akibatnya, ia pun mengasingkan anaknya itu ke pulau berbatu Ventotene.
Meskipun kemudian dia mengizinkannya untuk pindah ke tempat yang tidak begitu terisolasi, di mana dia tidak pernah melihatnya lagi. Augustus juga membuang cucunya karena tuduhan perzinahan, meskipun dalam kedua kasus tersebut para sejarawan percaya ada faktor-faktor tambahan yang mungkin berperan.